Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

2013/07/01

Serum Darah Bagian I


Malam-malam, jam sudah cenderung menunjukkan pagi, namun aku bersama peneliti lain harus berburu darah malam ini.

Malam ini harus dapat, jika tidak tidak ada lagi media sumsum femur mencit ini, dengan terpaksa dan harus menggunakan alternatif lain, menggunakan NaCl fisiologis, namun susah sekali, sel-sel lebih banyak yang lisis, waktu orientasi.

Untung saja. Masih ada sisa peneliti sebelumnya.

Dinginnya malam, kami tempuh, menggunakan kereta, aku bersama peneliti lainnya.

Baru pertama kali aku melewati jalan ini, dan melakukan perjalanan seperti ini, bertarung dengan kejamnya angin pagi.

Malam menjelang pagi ini, kami berharap akan berhasil mendapat serum darah tanpa lisis. Dengan semangat, pada jam yang sudah ditentukan teman peneliti datang menjemput aku. 

Kami singgah, di tempat penjual makanan yang masih ramai pengunjungnya, untuk membeli es kristal untuk pendingin vakum tube penampung darah nantinya. 
Saat di penjualan, tiba-tiba kami bertemu dengan peneliti lainnya, dan peneliti tersebut memilih untuk ikut bergabung dengan kami. Paling tidak, menjadi bertambah teman tim kami, karena hanya aku sendiri laki-laki dalam tim ini, kini menjadi sua orang.

Dua peneliti sebelumnya menjadi pemandu kami. Mereka melaju keretanya dengan kecepatan tinggi, dan aku tidak begitu berani dengan kecepatan lebih, aku belum mengenali medan lintasan, apalagi aku berboncengan dengan peneliti lainnya.

Akhirnya, kami sampai di tempat penjagalan. Gelap, sepi, aroma dan suasananya mencekam. Seram. 

Pemotongan sudah dilakukan tadi sebelum kami sampai. Pemotongan selanjutnya akan dilakukan kembali sekitar jam dua pagi. Kami pun harus menunggu, karena ini demi penelitian ini. 

Gancu-gancu bergantungan, air mengalir terus, dan aromaa isi perut sapi berisi rumput tercium menambah seramnya suasana penjagalan.

Sebenarnya aku sangat takut dengan darah, apalagi saat melihat proses penyembelihan, serasa leher ku yang digorok.

Maka, yang menampung darah menggunakan beaker glass yang sudah kami bawa, kuserahkan pada peneliti lainnya. Tapi, untuk melakukan dislokasi leher mencit, sudh ratusan yang aku lakukan, aku tidak takut.

Pemotongan pun dimulai lagi. Aku menjauh, tak berani melihat, namun, aku masih mendengar jeritan sembelihan saat menghembuskan nafas terakhirnya.

Tiba-tiba, darah panas dalam beaker glass pun sudah datang. Dengan cepat kami harus memasukkannya ke dalam vakum tube. Beberapa vakum tube pun terisi darah. Aku tak tahu, ini cara yang salah atau benar untuk mendapatkan serum. Kami berdarah-darah, tak sempat semua masuk ke dalam vakum tube darah sudah membeku. Lebih separuh vakum tube yang kami persiapkan tidak terisi.

Akhirnya, merasa sedikit lega, darah sudah di tangan.

Kira-kira jam 3 pagi, kami berangkat dari penjagalan. Darah ini harus segera di putar. Tujuan selanjutnya adalah laboratorium di lantai 3. 

Hanya ada seorang petugas yang menjaga gedung kami jumpai di pos penjaga. Kami diperbolehkan masuk laboratorium, karena ini tujuan penelitian.

Sampai di laboratorium, suasana yang sepi, hanya alat-alat yang menyapa kami dengam kebisuannya. Hanya satu alat yang kan kami pakai, centrifugator. 

Salah satu peneliti yang sudah memahami alat ini langsung menghidupkan alat ini, dan melakukan precooling sebelum darah diputar. Kecepatan diatur 1500 rpm, dan waktu 10 menit.

Apa yang kami peroleh pagi itu? Tak satu pun vakum tube yang tidak lisis, merah semua. Artinya pagi itu gagal.
Semua peneliti jadi lemas, usaha dari tengah malam hingga subuh itu gagal.

Kami pun pulang dengan perasaan tidak enak, penelitian terpaksa harus ditunda lagi untuk memberikan perlakuan. Semua darah lisis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kunjungi Juga