Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

2013/07/11

Review Sekilas Perjalanan

Merantau, meninggalkan kampung halaman, demi memperoleh pendidikan yang lebih baik, itulah cita-cita orang tua kami, kepada delapan anaknya ini.
Alhamdulillah, sungguh sebuah pola fikir yang sangat jauh ke depan, dibanding dengan pendidikan kedua orang tua kami yang masih dibelakang, hanya bisa mengecap pendidikan sekolah dasar saja. Sementara, kami anak-anaknya Alhamdulillah pendidikannya minimal sudah di atas mereka. Ada yang sudah sarjana, diploma, SMA, dan aku saat ini Insyaallah akan meluluskan pendidikan profesi apoteker.
Ada sebenarnya cita-cita ingin memasuki pesantren ketika lulus sekolah dasar dulu. Namun, masa itu kondisi perekonomian yang hancur karena krisis moneter, membuat aku harus mengurungkan niat tersebut, aku hanya bisa masuk sekolah tsanawiyah yang ada di kampung. Rela atau tidak rela, harus diterima, karena bagiku yang penting sekolah ku lanjut.
Banyak sebenarnya prinsip hidup, yang menjadi modal dasar hingga saat ini yang ku peroleh dari tsanawiyah itu. Banyak nasehat yang terus ku ingat dari kepala sekolah kami dahulu. Terimakasih yang tiada tara ku ucapkan untuk beliau, semoga beliau diberikan keberkahan oleh Allah swt.

Sekolah selama 3 tahun di tsanawiyah, memberikan banyak pengalaman, mulai menjadi ketua kelas, hingga menjadi ketua PHBI, hehehehe... Mulai dari juara kelas (bukan tuk sombong ya) hingga kami pernah ikut lomba cerdas cermat tingkat kecamatan (namun kalah) hahaha. Mulai dari belajar les persiapan UN dengan serius, hingga pergi main-main ke sungai, karena guru les di sekolah gak datang. Hahaha.. Enak juga ya...!! Hingga kena panggil dan ditegur kepala sekolah karena poto untuk ijazah dengan rambut acak-acakan, haduhhh... Bandal juga aku dulu ya..!!" wkwkwkwkk..
Pelajaran yang paling ku suka dulu yaitu biologi dan fisika. Masih ingat disuruh gambar ikan dan organ2 dalamnya, aku menggambar dengan sebaik-baiknya. Seandainya aku punya referensi yang banyak dahulu, kedahagaan ku akan ilmu gampang terobati. Hanya buku-buku peninggalan dari kakak yang dari pesantren yang bisa ku bolak-balik dari lemari kaca tua yang saat ini sudah tidak ada lagi.
Buku perpustakaan sekolah juga sangat minim, novel Tom Sawyer Anak Amerika yang sempat pernah ku baca dari perpustakaan itu. Kedahagaan akan ilmu masa itu tak terobati.

Meski lulus dengan nilai matematika 5,75, katanya total nilai keseluruhan, nilai ku tertinggi di sekolah kami masa itu. 
Hari-hari sekolah di tsanawiyah, setiap hari harus melaksanakan kewajiban setiap pagi. Membuka kedai, menyapu rumah dan halaman, kasi makan ayam dan bebek, pungut telur bebek. Tiap pagi sarapan telur bebek yang digoreng. Hmmm... Masa-masa yang membentuk disiplin dalam hidupku.

Hingga, tibalah tahun 2004, kami lulus semua.
Aku tak ingin, pendidikan hanya sampai di situ. Sekali lagi syukur alhamdulillah, orang tua kami memiliki pemikiran yang maju. Tak apalah, meski harus bekerja keras susah payah setiap hari, bahkan harus menghutang-hutang, kalau untuk biaya sekolah harus diperjuangkan. Tak banyak-banyak pesan mereka hanya jangan merokok, dan jangan menipu orang tua serta belajarlah bagus-bagus.
Perjalanan di perantauan pun dimulai, meski sebenarnya tidak begitu jauh jaraknya, namun harus sudah terpisah dengan orang tua, dan mulai hidup ngekos.
Tujuan sekolah selanjutnya adalah SMA. Bisa dikatakan nekat, mencoba daftar di SMA N 1 Kisaran. Karena jarang ada orang kampung kami yang bisa masuk sekolah ini. Aku mencoba ke sekolah ini bersama beberapa teman satu tsanawiyah yang dari kampung. Untung saja bukan seleksi nilai yang menjadi acuan penerimaannya. Namun, juga diadakan ujian tertulis seperti ujian UN. Hanya aku yang lulus, diantara kami yang dari tsanawiyah, sungguh sebuah nasib yang sangat mujur, bisa menjadi siswa SMA N 1 Kisaran masa itu.
Ngekos tiga tahun di jalan Bahder Johan, tempat buk awan. Lama sudah tak ke sana, gimana sekarang kabar keluarga ibuk tu ya, pesta anaknya pun kemarin gak bisa datang. :(
Selama tiga tahun di sana tiap pagi berangkat sekolah jalan kaki. Banyak suka dan duka selama ngekos di sana, pastinya aku betah kos tiga tahun disana, meski dulu sempat pernah mau pindah kos. Hehehehe...
Omak ku bilang, kalau sering-sering pindah kos itu udah jadi salah satu tanda gak baik. Gak bisa sedikit bersakit. Klo aku sih malasnya pindah kos ini ngingat pindahnya ini yang malas. Ngangkat barang-barang ke kos baru, nyusuninnya lagi, terus nyesuaikan diri lagi dengan lingkungan baru, cape deh... Hehehehe...
Hanya ucapan terimakasih yang tiada tara yang bisa kuucapkan untuk keluarga buk awan, semoga sehat dan bahagia untuk keluarga buk awan. Ntar, klo dah jadi apoteker ane insyaallah singgah deh ke kisaran. Hehehehe...
Tiga tahun sudah menjalani hidup menjadi seorang anak kos, berlanjut lagi jadi anak kos, dan jadi lebih jauh.
Sempat juga sih dibilang tuk pending aja dulu kuliah, karena keuangan. Tapi, aku tetap bersikeras untuk kuliah. Aku harua kuliah.
Akhirnya, aku tetap pergi ke medan untuk melanjutkan intensif dari kisaran di medika pusat. Aku harus berjuang agar lulus spmb, agar bisa masuk ptn. Palong tidak, kalau lulus ptn, biaya kuliah lebih murah. Kalau gak lulus ptn, baru jadi deh kuliah di pending dulu.
Namun, alhamdulillah, aku bisa lulus di pilihan pertama, fakultas farmasi usu.
Tidak ada alasan lagi, mau tidak mau, akhirnya, diberi juga biaya tuk kuliah. Hehehehe...
Kuliah s1, lima tahun, tambah sekarang apoteker 1 tahun. Berarti sudah sembilan tahun hidup jauh dari orang tua.
Saat-saat galau mau akhir kuliah apoteker ini, ayah ku marah, ketika aku hubungi, karena aku bilang aku sedang stress.
Beliau terkejut, dan marah. Bukan maksud ku sebenar-benarnya stress, karna hanya ingin bercerita saja beban saat ini yang sedang ku jalani. Kok aku yang sudah sarjana justru kalah dengan ayah ku. Memang betul, aku nggak pernah dengar keluhan ayah ku di depan kami mengenai beban yang dihadapinya, apalagi sampai mengatakan dia stress. Hmmm... Menyesal aku mengatakan itu, karena membuat ayah ku jadi khawatir.
Setelah kujelaskan maksudku, akhirnya aku bisa kendalikan suasana, obrolan pun jadi lebih cair, gak bicara stress lagi. Hehehehe...
Setelah ini mau lanjut kuliah lagi?? Hahaha.. Nggak usah dululah, mau menikmati hidup aja dulu. Emang sih ada keingingan tuk ambil kuliah teknik informatika dan ambil kul pascasarjana untuk jurusan farmasi, tapi setelah menikah saja kataku. Biayanya pun tak lagi aku bebankan pada orang tua.
Sungguh, aku tak akan sanggup membalas jasa orang tua kami, serta abang-abang yang membantu di kampung. Banyak sudah aku menyerap biaya untuk ini.
Mudah-mudahan apoteker ku selesai tahun ini. Amiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kunjungi Juga