Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

2013/09/08

Ayah, Malam ini Aku Menangis Untukmu

Malam ini mata terasa sulit terpejam, setelah aku berhenti mempersiapkan presentasi seminar studi kasus sabtu ini. Tiba-tiba aku teringat dengan obrolan ku dengan ayah kemarin malam lewat telepon"Jangan katakan kamu stress disana, ayah akan lebih stress di sini" Katanya.

Beliau sepertinya marah dengan keluhan ku yang mengeluh stress dengan kondisi saat ini, banyak biaya dan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.

Seumur hidupku, dan aku ingat-ingat kehidupan ke belakang, sekali pun memang, ayah kami tak pernah ke dengar mengeluh di depan kami. Walau bagaimana sulitnya kondisi, aku baru sadari itu saat ini, beliau tidak pernah mengeluh walau sedikit pun.

Di masa kecil ku, ayah kami merupakan seseorang yang suka marah, apabila kami melanggar apa yang diperintahkannya. Sehingga di masa kecil, untuk bermain dengan teman dan untuk sekedar menyalurkan keinginan membuat mobil-mobilan seperti teman-teman, aku harus bersembunyi-sembunyi.

Jangan sempat terlambat atau terlalu sore untuk mandi. Siap-siap untuk terkena marah. Ada yang membuat aku tidak bisa untuk bisa bebas bermain dengan kawan di lapangan, karna harus jaga kedai. Jadi, untuk bisa bermain kelereng, gambaran aku harus bermain di teras atau di depan kedai sambil menjaga kedai jika ada orang yang membeli.

Jika liburan, kami akan pergi ke ladang, ke kebun coklat, atau ke kebun sawit untuk membabat (membersihkan dari rumput), biar tanaman tidak terganggu.

Kalau hujan, kami harus bantu mencuka karet dengan pupuk, dan kalau hari rabu, harus bantu ibu menumbuk bumbu pecal dan nyuci piring, dan setelah itu bantu mengkutip karey yang sudah disadap seminggu.

Itu dulu... Aku menikmati saja semua pekerjaan itu. Kadang, iri dengan teman-teman yang bisa bermain bebas tanpa ada batasan waktu. Kalau mereka bekerja bantu orang tua, dapat gaji. Kami, apa pun yang kami kerjakan tidak pernah diberi imbalan uang langsung.

Kalau pagi hari, pekerjaan sudah terbagi masing-masing. Hingga tsanawiyah selesai, jatah kerja pagi ku buka kedai, sapu kedai, sapu dapur, kadang-kadang sapu halaman depan dan belakang.

Hingga, akhirnya setelah masuk SMA, dan hidup kos. Aku dan kami diberi dorongan dan kebebasan untuk bersekolah. Yang mau betul-betul sekolah, akan difasilitasi semampunya. Yang tidak mau sekolah benar-benar juga tidak terlalu hingga kena marah sekali. Contoh, salah satu abang kami uang sudah ada kabar-kabar merokok semasa sekolah, tidak dilanjutkan untuk kuliah.

Itu masa dulu. Ntah kenapa saat ini, ayah bagiku lebih pada menjadi sahabat. Motivator yang tidak banyak bicara, namun kadang suka bercanda.

Sudah tidak seperti dahulu, saat ini dengan kami sudah lebih lembut dan lebih tegas walau kadang masih mau marah.

Saat mulai kuliah, kalau aku sedang sakit, belaiaulah yang selalu memijat kepala, atau memijat badan ku. Terakhir, liburan hari raya tahin lalu, karna mungkin terlalu capek sehabis lami jalan2 tempat atok dilqnjut dengan jalan ke danau toba, aku sakit sepulang dari situ. Ayah juga yang mengusuk perutku.

Terbilang jarang, komunikasi ku dengan orang tua di kampung. Paling, kalau uang sudah mau habis, telepon ayah... Hehehe... Atau kalau mau pulkam, ditelp hanya tuk memberitahu akan pulkam. Atau, kalau ada kabar yang mnurutku sangat menggembirakan, misal pas pengumuman lulus spmb tahun 2007 lalu.

Beginilah kalau sudah rindu. :'(
Teringat semua yang sudah berlalu, sekarang baru aku menyadari bahwa beliau, meski secara tidak langsung dinyatakan, ingin membentuk karakter yang handal pada kami anak-anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kunjungi Juga